Tsunami
.
Gambar
Tsunami menurut Hokusai,
seorang pelukis Jepang dari abad ke 19.
Tsunami (bahasa Jepang:
津波;
tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah
berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang
disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba.
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi
yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi
bawah laut, longsor
bawah laut, atau atau hantaman meteor
di laut. Gelombang
tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung
dalam gelombang
tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam,
gelombang
tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan
kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1
meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang
berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang
tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah
meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk
hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang
terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material
yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang
diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan,
tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan
genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides
merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun
hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim.
Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
geologi, geografi,
dan oseanografi
pada masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".
Beberapa kondisi meteorologis, seperti
badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami
yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai
ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan
tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah
menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di
sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami
Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman
tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia
sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan
berpusat di Indonesia.
Bukti-bukti
historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan
beberapa pulau dapat tenggelam
Kata tsunami
berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan,
dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi di Jepang.
Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa
kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang.
Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi,
terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada
hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan
tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan
gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan,
namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih
lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi.
Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi
"kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan
gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas
pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak
merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Hanya ada beberapa
bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi
Peralai dalam Bahasa Tamil, ië beuna atau alôn
buluëk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh
adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog
versi Austronesia,
bahasa utama di Filipina, alon berarti "gelombang". Di Pulau Simeulue,
daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa Defayan,
smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai,
emong berarti tsunami.
Penyebab terjadinya tsunami
Skema
terjadinya tsunami
Tsunami dapat
terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air,
seperti letusan gunung api, gempa bumi,
longsor
maupun meteor
yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut.
Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus,
misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal
pada kerak bumi,
dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini
mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan
gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi,
dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami
mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya
sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang
tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai
tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa
air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
kilometer.
Gerakan vertikal
ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga
banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke
bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang
terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan
gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan
gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara
tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika
ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami
yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang
menyebabkan tsunami
- Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
- Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
- Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Pemerintah
Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem
Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System -
InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) di
Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika
terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang
ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3
tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan
Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga
non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset
dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab
untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat
mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa
terjadi.
Sistem Peringatan
Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan,
Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut),
Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
Tsunami dalam sejarah
- 1 November 1755 - Tsunami menghancurkan Lisboa, ibu kota Portugal, dan menelan 60.000 korban jiwa.
- 1883 - Pada tanggal 26 Agustus, letusan gunung Krakatau dan tsunami menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
- 2004 - Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa besar yang menimbulkan tsunami menelan korban jiwa lebih dari 250.000 di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika. Ketinggian tsunami 35 m,
- 2006 - 17 Juli, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau Jawa, Indonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan berasal dari selatan kota Ciamis
- 2007 - 12 September, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.
- 2010 - 27 Februari, Santiago, Chili
- 2010 - 26 Oktober, Kepulauan Mentawai, Indonesia
- 2011 - 11 Maret, Sendai, Jepang
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar